Powered By Blogger

Senin, 16 Juni 2014

Kalibrasi

Filosofi kalibrasi 
Bahwa setiap instrumen ukur harus dianggap tidak cukup baik sampai terbukti melalui kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut memang baik.

Definisi Kalibrasi
Kalibrasi adalah memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran atau nilai-nilai yang diabadikan pada suatu bahan ukur dengan cara membandingkan dengan nilai konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar Nasional atau Internasional. Kalibrasi bisa dilakukan dengan membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional bahan – bahan acuan tersertifikasi, serta mengikuti petunjuk didalam ISO/IEC 17025:2005. Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain:
Kalibrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat inspeksi, alat pengukuran dan alat pengujian dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.

Tujuan kalibrasi
  • Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai konvensional penunjukan suatu instrumen ukur.
  • Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional.
  • Mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang lebih tinggi/teliti (standar primer nasional dan / internasional), melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.  
  • Menentukan apakah peralatan masih layak digunakan sesuai dengan fungsinya. 
  • Deteksi, korelasi, melaporkan dan mengeliminasi setiap variasi keakuratan alat uji.

Manfaat Kalibrasi
  • Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesefikasinya
  • Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
  • Bisa mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur. 

Prinsip Dasar Kalibrasi
  • Obyek Ukur (Unit Under Test)
  • Standar Ukur (Alat standar kalibrasi, Prosedur/Metrode standar (Mengacu ke standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri oleh laboratorium yg sudah teruji (diverifikasi)
  • Operator / Teknisi ( Dipersyaratkan operator/teknisi yg mempunyai kemampuan teknis kalibrasi (bersertifikat)
  • Lingkungan yg dikondisikan (Suhu dan kelembaban selalu dikontrol, Gangguan faktor lingkungan luar selalu diminimalkan & sumber ketidakpastian pengukuran)

Kalibrasi diperlukan untuk:
  • Perangkat baru
  • Suatu perangkat setiap waktu tertentu
  • Suatu perangkat setiap waktu penggunaan tertentu (jam operasi)
  • Ketika suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi mengubah kalibrasi
  • Ketika hasil observasi dipertanyakan
Kalibrasi pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, terdapat direktorat metrologi yang memiliki standar pengukuran (dalam SI dan satuan-satuan turunannya) yang akan digunakan sebagai acuan bagi perangkat yang dikalibrasi. Direktorat metrologi juga mendukung infrastuktur metrologi di suatu negara (dan, seringkali, negara lain) dengan membangun rantai pengukuran dari standar tingkat tinggi/internasional dengan perangkat yang digunakan. Hasil kalibrasi harus disertai pernyataan “traceable uncertainity” untuk menentukan tingkat kepercayaan yang di evaluasi dengan seksama dengan analisa ketidakpastian.


Persyaratan Kalibrasi
  • Standar acuan yang mampu telusur ke standar Nasional / Internasional
  • Metoda kalibrasi yang diakui secara Nasional / Internasional
  • Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan sertifikasi dari laboratorium yang terakreditasi
  • Ruangan / tempat kalibrasi yang terkondisi, seperti suhu, kelembaban, tekanan udara, aliran udara, dan kedap getaran
  • Alat yang dikalibrasi dalam keadaan berfungsi baik / tidak rusak
Sistem manajemen kualitas memerlukan sistem pengukuran yang efektif, termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi, untuk semua perangkat pengukuran. ISO 9000 dan ISO 17025 memerlukan sistem kalibrasi yang efektif.


Prosedur Kalibrasi
1. Identifikasi alat yang dikalibrasi
2. Membuat jadwal kalibrasi ( Internal / External )
3. Menyiapkan alat / bahan
4. Melakukan kalibrasi
5. Membuat laporan kalibrasi
6. Evaluasi hasil kalibrasi
7. Sesuai standar
- Ya ( Mencatat / memasang label kalibrasi )
- Tidak ( Melakukan evaluasi data dampak dari penyimpangan alat ► Laporan ► Membuat laporan kerusakan ► Prosedur perbaikan alat )


Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem kalibrasi
1. Daftar alat yang dikalibrasi
2. Manual alat yang dikalibrasi ( Standar / nilai bias alat yang diperbolehkan )
3. Personil kalibrasi yang terlatih ( Sertifikat dari laboratorium kalibrasi yang telah terakredirasi )
4. Jadwal kalibrasi alat
   - Internal (dilakukan sendiri).
   - External (dilakukan oleh pihak luar).
5. Laporan kalibrasi
6. Catatan alat yang telah dikalibrasi
7. Cek form kalibrasi
   - Nomor seri alat yang dikalibrasi
   - Personil kalibrasi
   - Cros cek alat ke lapangan


Ketentuan – Ketentuan Pokok Kalibrasi
Sifat Umum Alat Ukur
Alat ukur merupakan alat yang dibuat manusia sehingga ketidaksempurnaan adalah ciri utama. Ketidaksempurnaan dapat diketahui melalui istilah Rantai Kalibrasi. Istilah Rantai Kalibrasi antara lain:

1. Kepekaan (Sensitivity)
Kemampuan Alat ukur menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor (dari sensor menuju ke bagian penunjuk, pencatat, atau pengolah data pengukuran). Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai denagn prinsip kerja yang diterapkan.

2. Histerisis (Histerysis)
Perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari skala Nol sampai skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala Nol). Histerisis muncul karena adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur.

3. Keterbacaan (Readability)
Keterbacaan skala dengan penunjuk digitallebuh tinggi dibandingkan dengan keterbacaan skala dengan jarum penunjuk.

4. Kestabilan Nol (Zero Stability)
Suatu penyimpangan yang membesar tetapi dengan harga yang tetap atau berubah-ubah secara rambang tak stabil, dikarenakan ketidakkakuan system pemegang alat ukur atau benda ukur, kelonggaran system pengencang atau keausan sistem pemosisi.

5. Pengembangan (Floating)
Kadang-kadang terjadi pula jarum penunjuk dari alat ukur yang digunakan posisinya berubah-ubah. Atau kalau penunjuknya dengan sistem digital angka paling kanan atau angka terakhir berubah-ubah. Kejadian seperti ini dinamakan pengambangan. Kepekaan dari alat ukur akan membuat perubahan kecil dari sensor diperbesar oleh pengubah. Makin peka alat ukur makin besar pula kemungkinan terjadinya pengambangan. Untuk itu, bila menggunakan alat-alat ukur yang mempunyai jarum penunjuk pada skalanya atau penunjuk digital harus dihindari adanya kotoran atau getaran, juga harus digunakan metode pengukuran yang secermat mungkin.

6. Pergeseran (Shifting, Drift)
Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti in sering disebut dengan istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat-alatukur elektris yang komponen-komponennya sudah tua.

7. Kepasifan / Kelambatan Reaksi (Passivity) 
Kepasifan Kadang-kadang sewaktu dilakukan pengukuran terjadi pula bahwa jarum penunjuk skala tidak bergerak sama sekali pada waktu terjadi perbedaan harga yang kecil. Atau dapat dikatakan isyarat yang kecil dari sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada jarum penunjuknya. Keadaan yang demikian inilah yang sering disebut dengan kepasifan atau kelambatan gerak alat ukur Untuk alat-alat ukur mekanis kalaupun terjadi kepasifan atau kelambatan gerak jarum penunjuknya mungkin disebabkan oleh pengaruh pegas yang sifat elastisnya kurang sempurnya. Pada alat ukur pneumatis juga sering terjadi kepasifan ini misalnya lambatnya reaksi dari barometer padahal sudah terjadi perubahan tekanan udara. Hal ini disebabkan volume udaranya terlalu besar akibat dari terlalu panjangnya pipa penghubung sensor dengan ruang perantara.


Selang kalibrasi
Pertanyaan yang sering muncul dalam program kalibrasi adalah tentang frekuensi kalibrasi. Alat yang sering digunakan tentu cenderung lebih sering dikalibrasi daripada alat yang jarang digunakan. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk instrumen berbasis elektronik, karena jarangnya digunakan justru cenderung merusak, karena itu alat harus dipanaskan setiap hari selama waktu tertentu.
Secara umum selang kalibrasi ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
  1. Kemantapan alat ukur / bahan ukur
  2. Rekomendasi pabrik
  3. Kecendrungan data rekaman kalibrasi sebelumnya
  4. Data rekaman perawatan dan perbaikan
  5. Lingkup dan beban penggunaan
  6. Kecenderungan keausan dan penyimpangan
  7. Hasil pengecekan silang dgn peralatan ukur lainnya
  8. Kondisi lingkungan
  9. Akurasi pengukuran yang diinginkan
  10. Bila peralatan tidak berfungsi dengan baik
Menyatakan selang kalibrasi dapat berupa waktu kalender misal sekali setahun, berupa waktu pakai misal 1000 jam pemakaian, berupa banyaknya pemakaian misal 1000 kali, dan berupa kombinasi dari cara tersebut tergantung mana yang lebih dulu tercapai.


Istilah dalam kalibrasi alat ukur :
1. Resolusi
Nilai skala terkecil / suatu ekspresi kuantitatif dari kemampuan alat penunjuk untuk perbedaan yang cukup berarti antara nilai yang terdekat dari jumlah yang ditunjukan.

2. Akurasi
Kemampuan dari alat ukur untuk memberikan indikasi kedekatan terhadap harga sebenarnya dari objek yang diukur.

3. Presisi
Kecenderungan data yang diperoleh dari perulangan mengindikasikan kecilnya simpangan ( deviasi ).
4. Reaptibility
Ukuran variasi statistic data yang dihasilkan bila pengukuran dilakukan oleh personal, perlengkapan, serta ruangan dengan kondisi yang lama.
5. Readability 
Kemampuan dari indra manusia dalam membaca data yang dihasilkan oleh suatu instrument.

Sumber- sumber yang mempengaruhi hasil kalibrasi
1. Prosedur
Kalibrasi harus dilakukan sesuai dengan prosedur standar yang telah diakui. Kesalahan pemahaman prosedur akan membuahkan hasil yang kurang benar dan tidak dapat dipercaya. Pengesetan sistem harus teliti sesuai dengan aturan pemakaian alat, agar kesalahan dapat dihindari.

2. Kalibrator
Kalibrator harus mampu telusur kestandar Nasional dan atau Internasional. Tanpa memiliki ketelusuran, hasil kalibrasi tidak akan diakui oleh pihak lain. Demikian pula ketelitian, kecermatan dan kestabilan kalibrator harus setingkat lebih baik dari pada alat yang dikalibrasi

3. Tenaga pengkalibrasi
Tenaga pengkalibrasi harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang memadai, karena hasil kalibrasi sangat tergantung kepadanya. Kemampuan mengoperasikan alat dan kemampuan visualnya, umumnya sangat diperlukan, terutama untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh peralak maupun penalaran posisi skala.

4. Periode kalibrasi
Periode kalibrasi adalah selang waktu antara satu kalibrasi suatu alat ukur dengan kalibrasi berikutnya. Periode kalibrasi tergantung pada beberapa faktor antara lain pada kualitas metrologis alat ukur tersebut, frekuensi pemakaian, pemeliharaan atau penyimpanan dan tingkat ketelitianya. Periode kalibrasi dapat ditetapkan berdasarkan lamanya pemakaian alat, waktu kalender atau gabungan dari keduanya.

5. Lingkungan
Lingkungan dapat menyebabkan pengaruh yang sangat besar terhadap kalibrasi terutama untuk mengkalibrasi kalibrator. Misalnya kondisi suhu, kelembabab, getaran mekanik medan listrik, medan magnetik, medan elektro magnetik, tingkat penerangan dan sebagainya.

6. Alat yang dikalibrasi
Alat yang dikalibrasi harus dalam keadaan maksimal, artinya dalam kondisi jalan dengan baik, stabil dan tidak terdapat kerusakan yang menggangu.

Hasil Kalibrasi antara lain:
  • Nilai Obyek Ukur
  • Nilai Koreksi/Penyimpangan
  • Nilai Ketidakpastian Pengukuran(Besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran, dievaluasi setelah ada hasil pekerjaan yang diukur & analisis ketidakpastian yang benar dengan memperhitungkan semua sumber ketidakpastian yang ada di dalam metode perbandingan yang digunakan serta besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran)
  • Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.

Sumber Sumber Kesalahan Pengukuran

Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur
Jika kesalahan dalam pengukuran tidak diperhatikan maka sifat-sifat merugikan ini tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya. 

2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.
3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur
Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan.
  1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia
    Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin
    badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.
  2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
    Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
    Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.
  3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur
    Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
    daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.

    Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:
    1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
    2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya.
    3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.

4. Kesalahan karena faktor lingkungan
Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.

Sabtu, 31 Mei 2014

Alat Ukur dan Pengukuran

Secara umum dikatakan bahwa pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan besaran standar. Agar dapat digunakan, maka besaran standar tersebut harus dapat didefinisikan secara fisik, tidak berubah karena waktu, dan harus dapat digunakan sebagai alat pembanding di mana saja, besaran standar tentunya memerlukan satuan-satuan dasar. Sistem metrik digunakan oleh hampir seluruh negara-negara industri dimana satuan dasarnya banyak mengikuti international system of units atau SI Units yang di dalamya dikenalkan bermacam-macam satuan dasar. Untuk dapat melakukan pengukuran dengan bantuan satuan dasar tersebut diperlukan alat ukur.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu yang lain sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam pengukuran, kita dapat menggunakan satu instrument (alat ukur) atau lebih untuk menentukan nilai dari suatu besaran fisis. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pengukuran adalah memilih dan merangkai instrument secara benar dan dilanjutkan dengan pembacaan nilai secara tepat. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan. Alat ukur adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel fisis. Pada umumnya alat ukur dasar terbagi menjadi dua, yaitu alat ukur analog dan digital. Ada dua sistem pengukuran yaitu sistem analog dan sistem digital. Alat ukur analog memberikan hasil ukuran yang bernilai kontinyu, misalnya penunjukkan temperatur yang ditunjukkan oleh skala, petunjuk jarum pada skala meter, atau penunjukan skala elektronik. Alat ukur digital memberikan hasil pengukuran yang bernilai diskrit. Hasil pengukuran tegangan atau arus dari meter digital merupakan sebuah nilai dengan jumlah digit terterntu yang ditunjukkan pada panel display-nya.


Konstruksi Umum dan Alat Ukur 
Kita telah mengenal apa yang disebut dengan mistar atau penggaris, mistar ini ada yang terbuat dari kayu, ada yang dari pastik, dan yang paling baik terbuat dari besi stainless. Pada salah satu penampang lebar dari mistar tersebut biasanya dicantumkan angka-angka yang menunjukkan skala dari mistar. Dengan mistar ini kita dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca langsung dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan mistar ini kita dapat menentukan ukuran panjang sesuatu yang besarnya dapat dibaca langsung dari penunjukan skala yang ada pada mistar. Dengan demikian mistar yang digunakan untuk mengukur panjang tersebut dapat dinamakan sebagai alat ukur. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa mistar merupakan alat ukur yang paling sederhana bila ditinjau adanya satuan dasar.
Geometri benda ukur biasanya begitu komplek sehingga dalam pengukuran diperlukan kombinasi cara dan bentuk pengukuran yang bermacam-macam. Dengan demikian diperlukan juga bermacam-macam alat ukur yang memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik dari alat-alat ukur inilah yang menyebabkan adanya perbedaan antara alat ukur yang satu dengan alat ukur lainnya. Karakteristik ini biasanya menyangkut pada konstruksi dan cara kerjanya. Secara garis besar, sebuah alat ukur mempunyai tiga komponen utama yaitu sensor, pengubah dan pencatat/penunjuk.


A. Sensor atau Peraba
Sensor merupakan bagian dari alat ukur yang menghubungkan alat ukur dengan benda atau objek ukur. Atau dengan kata lain sensor merupakan peraba dari alat ukur. Sebagai peraba dari alat ukur, maka sensor ini akan kontak langsung dengan benda ukur. Contoh dari sensor ini antara lain yaitu: kedua ujung dari mikrometer, kedua lengan jangka sorong, ujung dari jam ukur, jarum dari alat ukur kekasaran. Contoh-contoh sensor ini termasuk dalam kategori sensor mekanis. Pada alat-alat ukur optik juga memiliki sensor yaitu pada sistem lensanya. Ada juga sensor lain yaitu sensor pneumatis yang banyak terdapat dalam alat-alat ukur yang prinsip kerjanya secara pneumatis.

B. Pengubah
Ada satu bagian dari alat ukur yang sangat penting yang berfungsi sebagai penerus, pengubah atau pengolah semua isyarat yang diterima oleh sensor, yaitu yang disebut dengan pengubah. Dengan adanya pengubah inilah semua isyarat dari sensor diteruskan ke bagian lain yaitu penunjuk/pencatat yang terlebih dahulu diubah datanya oleh bagian pengubah. Dengan demikian pengubah ini mempunyai fungsi untuk memperjelas dan memperbesar perbedaan yang kecil dari dimensi benda ukur. Pada bagian pengubah inilah yang diterapkan bermacam-macam cara kerja, mulai dari cara kinematis, optis, pneumatis, sampai pada cara gabungan.
  1. Pengubah Mekanis
Cara kerja dari pengubah mekanis ini berdasarkan pada prinsip kinematis yang melakukan perubahan gerakan lurus (translasi) menjadi gerakan berputar (rotasi). Contohnya antara lain yaitu: sistem kerja roda gigi dan poros bergigi dari jam ukur (dial indicator), sistem kerja ulir dari mikrometer.
    • Eden-Rolt “Milionth” Comparator
Alat ini sangat cocok sekali untuk mengalibrasi blok ukur (gauge block) karena bisa diperoleh perbesaran yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena adanya kombinasi gerakan mekanis yang didukung dengan sistem pengubah optis.
    • Alat ukur pembanding Johanson mikrokator
Alat ini ditemukan oleh seorang insinyur bangsa Swedia yang kemudian dibuat oleh pabrik C.E. Johanson Ltd. Oleh karena itu disebut dengan nama Johanson Mikrokator. Pada bagian pengubah ini terdapat plat tipis dan jarum penunjuk yang diletakkan ditengah-tengahnya. Dari tengah-tengah ini plat tipis tersebut dipuntir dengan arah yang berlawanan sehingga berbentuk spiral kiri dan spiral kanan. Salah satu ujung plat tipis dipasang tetap pada batang pengatur, dan ujung yang lain pada lengan penyiku dimana lengan penyiku ini dihubungkan dengan batang pengukur. Dengan naik turunnya batang pengukur ini maka lengan penyiku akan bergerak ke kiri atau ke kanan. Dengan bergeraknya lengan penyiku ini maka pelat tipis yang berbentuk spiral tadi juga akan menjadi bertambah kuat atau bertambah lemah pilinannya. Bertambah kuat atau lemahnya pilinan ini akan menyebabkan jarum penunjuk bergerak. Perubahan gerak ini dapat dibaca pada skala, yang berarti juga perubahan dimensi dari objek ukur. Perbesaran alat ini mencapai 5000 kali.
    • Alat ukur pembanding Sigma Comparator
Alat ukur ini dibuat oleh Sigma Instrument Company. Bagian pengubah alat ini menggunakan sistem engsel yang bebas gesekan. Sistem engsel ini ditunjukkan oleh dua buah blok, blok tetap F dan blok bergerak M, yang kedua-duanya dihubungkan oleh tiga plat tipis secara menyilang. Apabila batang pengukur yang ada sensor pada ujungnya menyentuh objek ukur maka batang ukur akan bergerak dan akan menggerakkan bagian penekan. Bergeraknya bagian penekan ini akan menggerakkan blok M yang dihubungkan oleh lengan Y ke bagian silinder penunjuk r yang pada bagian penunjuk ini ada perantara pita tipis dari fosfor perunggu. Pada silinder penunjuk juga ada jarum penunjuk R yang menunjukkan skala pengukuran. Karena lengan Y bergerak akibat perubahan blok M maka silinder penunjuk juga bergerak yang akibatnya jarum R juga bergerak. Jika panjang jarum penunjuk R adalah H dan diameter dari silinder penunjuk adalah ha maka perbesaran pada tahap ini adalah H/h. Seandainya panjang lengan Y adalah L dan bergeraknya blok M adalah x maka perbesaran totalnya adalah L/X x H/1/2h.
Perlu ditambahkan di sini bahwa penekan yang ujungnya runcing dapat diatur jaraknya terhadap sumbu engsel dari blok M dan blok F dengan mengubah-ubah ikatan baut pengatur yang terikat pada poros pengukur. Pemasangan poros pengukur pada rumah ukur hanya menggunakan diafragma saja, sehingga kerugian gesekan dapat diatasi.

  1. Pengubah Mekanis Optis
Dalam alat ukur pembanding ini digunakan sistem pengubah gabungan yaitu pengubah mekanis dan pengubah optis. Pengubah mekanis berfungsi untuk menghasilkan perubahan jarak karena persentuhan sensor dengan objek ukur. Perubahan ini akan diperjelas melalui perbesaran optis. Pengubah optis di sini bekerja menurut prinsip optik, yaitu dengan menggunakan beberapa cermin atau lensa. Perubahan batang pengukur akan mengubah posisi kemiringan dari cermin. Kemiringan posisi pemantul cahaya ini mengakibatkan perubahan bayangan yang terjadi yang diproyeksikan ke layar kaca yang berskala.

  1. Pengubah Elektris
Kini sudah banyak alat-alat ukur yang cara kerjanya menggunakan sistem elektronik, di samping alat-alat ukur yang dioperasikan secara manual. Prinsip kelistrikan yang digunakan dalam pengubah elektris ini mempunyai fungsi untuk mengubah semua isyarat yang diterima oleh alat ukur (besaran yang tidak bersifat elektris) menjadi suatu besaran yang bersifat elektris. Dengan adanya prinsip kelistrikan maka besaran yang bersifat kelistrikan tersebut diolah dan diubah menjadi lebih jelas sehingga perubahan ini dapat dibaca pada skala alat ukur. Salah satu contoh dari pengubah elektris ini adalah pengubah yang bekerjanya dengan prinsip kapasitor.Timbulnya kapasitor karena adanya dua buah pelat metal yang berpenampang sama diletakkan berdekatan dengan jarak l. Besarnya kapasitas tergantung pada jarak l. Makin jauh jarak pelat maka kapasitasnya akan menjadi turun, sebaliknya makin dekat jarak pelat kapasitasnya makin naik. Bila silinder sensor menyentuh objek ukur tentu terjadi perubahan jarak antara pelat metal karena diubah oleh silinder tadi. Prinsip perubahan inilah yang digunakan oleh alat-alat ukur yang mempunyai pengubah mengikuti sistem elektris.

  1. Pengubah Optis
Dalam ilmu fisika dipelajari masalah optis dengan hukum-hukumnya. Prinsip-prinsip dalam optis inilah yang digunakan oleh alat-alat ukur yang mempunyai pengubah optis. Sebetulnya sistem optis di sini hanya berfungsi untuk membelokkan berkas cahaya dari objek ukur sehingga terjadi bayangan maya atau nyata yang ukurannya bisa menjadi lebih besar dari pada objek ukurnya. Dalam sistem optis kebanyakan menggunakan bermacam-macam lensa seperti cermin datar, lensa cekung dan cembung, lensa prisma, dan sebagainya. Contoh dari alat-alat ukur yang menggunakan pengubah sistem optis ini adalah: kaca pembesar, mikroskop, proyektor, teleskop, autokolimator, dan teleskop posisi.
    • Kaca Pembesar
Dengan alat ini seseorang dapat melihat langsung suatu objek yang diletakkan tepat pada fokusnya di mana yang dilihat mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada objek sesungguhnya.
    • Mikroskop
Penggabungan dua buah lensa pembesar menjadi satu sistem optis biasa disebut dengan mikroskop. Dengan demikian terdapat dua lensa yang berbeda, namanya, ada yang disebut dengan okuler (dekat dengan mata) dan ada yang disebut dengan objektif (dekat objek ukur).
    • Proyektor
Seperti halnya pada mikroskop, pada proyektor pun terdapat kombinasi sistem lensa yaitu lensa kondensor dan proyeksi. Tidak semua objek ukur mempunyai sifat tembus cahaya. Dengan bantuan sinar yang lewat melalui kondensor maka berkas cahayanya akan menyinari benda ukur yang diletakkan di antara kondensor dan proyeksi. Benda ukur yang tidak tembus cahaya ini akan menimbulkan bayangan yang gelap tapi latar belakangnya terang. Pemeriksaan bayangan dari benda ukur dilakukan di balik layar yang terbuat dari kaca buram.
    • Teleskop
Salah satu alat ukur optis yang dapat digunakan untuk melihat objek ukur yang relatif jauh letaknya yaitu yang biasa disebut dengan teleskop. Pada alat ini juga digunakan dua lensa yaitu okuler dan objektif. Bayangan atau berkas cahaya yang jauh difokuskan oleh objektif tepat pada fokusnya okuler. Dengan adanya lensa okuler maka bayangan sebagai hasil pembiasan objektif akan dibiaskan menjadi bayangan atau berkas yang sejajar. Hal ini menyebabkan bayangan dari objek ukur menjadi lebih jelas dilihat oleh mata.
    • Autokolimator
Autokolimator merupakan alat ukur optis yang menggunakan prinsip dasar dari teleskop. Kondensor di sini membuat berkas cahaya menjadi searah menuju ke suatu target yang berbentuk garis. Sebuah cermin semi reflektor yang kemiringannya 45 terhadap sumbu optis akan membuat target terletak pada sumbu optis dan tepat pada fokus objektif. Objektif di sini sering juga disebut dengan kolimator. Lensa objektif ini menyebabkan berkas yang keluar menjadi sejajar. Berkas yang sejajar ini dipantulkan kembali oleh cermin yang terletak pada jarak tertentu di depan autokolimator. Bila posisi cermin dimiringkan sedikit maka berkas cahaya diterima kembali oleh objektif, lalu difokuskan pada bidang fokus namun letaknya tidak tepat pada sumbu optis.Pada bagian okuler dilengkapi pula dengan mikrometer yang gunanya untuk mengetahui besarnya perubahan posisi. Dengan alat autokolimator ini bisa diperoleh hasil pengukuran dengan kemiringan maksimum 10 menit. Sedangkan kecermatan dari skala alat ukur optis ini adalah 0,1 detik. Perubahan posisi cermin terjadi karena ada perubahan posisi dari benda ukur.

  1. Pengubah Pneumatis
Kondisi aliran udara yang tertentu akan berubah bila area di mana udara itu lalu juga berubah (menjadi lebih sempit atau lebih luas). Prinsip inilah yang digunakan dalam alat ukur yang memakai pengubah sistem pneumatis. Jadi, pada sistem pneumatis kondisi aliran udara akan berubah bila celah antara objek ukur dengan sensor alat ukur di mana udara lalu juga mengalami perubahan. Untuk mengetahui perubahan ini digunakan cara yaitu pengukur perubahan tekanan dan kecepatan aliran udara. Dalam pengubah sistem pneumatis paling tidak terdapat tiga komponen yaitu:
1.      sumber udara tekan
2.      sensor sekaligus sebagai pengubah
3.      pengukur perubahan aliran udara

Ada dua macam sistem pengubah pneumatis yang biasa digunakan yaitu:
1.      sistem tekanan balik (back pressure system)
2.      sistem kecepatan aliran (flow velocity system)
  
C. Penunjuk atau Pencatat
Hampir semua alat ukur mempunyai bagian yang disebut dengan penunjuk atau pencatat kecuali beberapa alat ukur batas atau standar. Dari bagian penunjuk inilah dapat dibaca atau diketahui besarnya harga hasil pengukuran. Secara umum, penunjuk/pencatat ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
  1. Penunjuk yang mempunyai skala
  2. Penunjuk berangka (sistem digital)
Penunjuk yang Mempunyai Skala
Susunan garis-garis yang dibuat secara teratur dengan jarak garis yang tetap serta tiap garis mempunyai arti tertentu biasanya disebut dengan skala. Pada alat ukur panjang satu meter misalnya, jarak antara dua garis atau jarak antara garis-garis menunjukkan bagian-bagian dari satu meter. Demikian juga untuk alat-alat ukur yang lain misalnya derajat untuk sudut. Dalam pembacaan skala biasanya dibantu dengan garis indeks atau jarum penunjuk yang bergeser secara relatif terhadap skala. Dengan memerhatikan posisi dari garis indeks dan jarum penunjuk maka diketahui berapa besar dimensi dari objek yang diukur.
Kadang-kadang untuk skala-skala ukur tertentu tidak bisa dibaca langsung ukurannya karena masih harus dikalikan dengan bilangan tertentu sesuai dengan ketelitian alat ukurnya. Kadang-kadang posisi garis indeks tidak selalu tepat dengan garis skala ukur sehingga hal ini sering menimbulkan perkiraan dalam pembacaannya. Untuk mengurangi sistem perkiraan dalam membaca skala maka dibuat skala nonius sebagai pengganti garis indeks. Ada dua macam skala nonius yaitu skala nonius satu dimensi dan skala nonius dua dimensi.

Untuk penunjuk berangka tidak terlalu sulit menggunakannya karena hasil pengukuran dapat langsung dibaca pada penunjuknya yang secara otomatis menunjukkan besarnya dimensi objek ukur. Penunjuk berangka ini ada yang bekerjanya secara mekanis dan ada pula yang secara elektronik. Penunjuk berangka secara mekanis misalnya pada jangka sorong dan mikrometer yang memang dilengkapi dengan penunjuk berangka. Sedang penunjuk berangka secara elektrik banyak dijumpai pada alat-alat ukur yang mempunyai pengubah elektris. Sekarang banyak mesin-mesin produksi yang bekerjanya dengan sistem komputer sehingga semua dimensi ukuran dari benda kerja dapat dimonitor secara langsung. Penunjuk berangka sering juga disebut dengan penunjuk digital.

Pencatat merupakan penunjuk juga, akan tetapi hasil pengukurannya digambarkan dalam bentuk grafik pada kertas yang berskala. Untuk pengukuran kekasaran permukaan ataupun kebulatan suatu poros banyak digunakan pencatat. Sebagian besar pencatat ini bekerja secara elektris. 

Klasifikasi Pengukuran
Geometris objek ukur mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Oleh karena itu caranya mengukur pun bisa bermacam-macam. Agar hasil pengukurannya mendapatkan hasil yang paling baik menurut standar yang berlaku maka diperlukan cara pengukuran yang tepat dan benar. Untuk itu perlu juga diketahui klasifikasi dari pengukuran. Ada beberapa cara pengukuran yang bisa dilakukan untuk mengukur geometris objek ukur yaitu:
  1. Pengukuran Langsung
Proses pengukuran yang hasil pengukurannya dapat dibaca langsung dari alat ukur yang digunakan disebut dengan pengukuran langsung. Misalnya mengukur diameter poros dengan jangka sorong atau mikrometer.
  1. Pengukuran Tak Langsung
Bila dalam proses pengukuran tidak bisa digunakan satu alat ukur saja dan tidak bisa dibaca langsung hasil pengukurannya maka pengukuran yang demikian ini disebut dengan pengukuran tak langsung. Kadang-kadang untuk mengukur satu benda ukur diperlukan dua atau tiga alat ukur, biasanya ada alat ukur standar, alat ukur pembanding dan alat ukur pembantu. Misalnya mengukur ketirusan poros dengan menggunakan senter sinus (sine center) yang harus dibantu dengan jam ukur (dial indicator) dan blok ukur.
  1. Pengukuran dengan Kaliber Batas
Kadang-kadang dalam proses pengukuran kita perlu melihat berapa besar ukuran benda yang dibuat melainkan hanya untuk melihat apakah benda yang dibuat masih dalam batas-batas toleransi tertentu. Misalnya saja mengukur diameter lubang. Dengan menggunakan alat ukur jenis kaliber batas dapat ditentukan apakah benda yang dibuat masuk dalam kategori diterima (Go) atau masuk dalam kategori dibuang atau ditolak (No Go). Dengan demikian sudah tentu alat yang digunakan untuk pengecekannya adalah kaliber batas Go dan No Go. Pengukuran seperti ini disebut pengukuran dengan kaliber batas. Keputusan yang diambil adalah: dimensi objek ukur yang masih dalam batas toleransi dianggap baik dan dipakai, sedang dimensi yang terletak di luar batas toleransi dianggap jelek. Pengukuran cara ini tepat sekali untuk pengukuran dalam jumlah banyak dan membutuhkan waktu yang cepat.
  1. Pengukuran dengan Bentuk Standar
Pengukuran disini sifatnya hanya membandingkan bentuk benda yang dibuat dengan bentuk standar yang memang digunakan untuk alat pembanding. Misalnya kita akan mengecek sudut ulir atau roda gigi, mengecek sudut tirus dari poros kronis, mengecek radius dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dengan alat ukur proyeksi. Jadi, di sini sifatnya tidak membaca besarnya ukuran tetapi mencocokkan bentuk aja. Misalnya sudut ulir dicek dengan mal ulir atau alat pengecek ulir lainnya.

 
Klasifikasi Alat Ukur
Geometris objek ukur mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Adanya variasi bentuk dan ukuran inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai jenis alat ukur dan jenis pengukuran. Untuk jenis pengukuran sudah dibicarakan di atas, jenis alat ukur perlu juga dibicarakan yang dititikberatkan pada sifat alat ukur itu sendiri maupun pada jenis benda yang diukur.

Menurut cara kerja dari alat ukur maka alat ukur dapat diklasifikasikan sebagai berikut: alat ukur mekanis, alat ukur elektris, alat ukur optis, alat ukur mekanis optis dan alat ukur pneumatis. Ini semua sudah dibicarakan pada bagian pengubah alat ukur.

Menurut sifat dari alat ukur maka alat ukur dapat dibedakan menjadi:
  1. Alat ukur langsung, hasil pengukurannya dapat langsung dapat dibaca pada skala ukurnya. Misalnya jangka sorong, mikrometer dan sebagainya.
  2. Alat ukur pembanding, alat ukur yang mempunyai skala ukur yang telah dikalibrasi. Dipakai sebagai pembanding alat ukur yang lain. Misalnya: jam ukur (dial indicator), pembanding (comparator).
  3. Alat ukur standar, alat ukur yang mempunyai harga ukuran tertentu. Biasanya digunakan bersama-sama dengan alat ukur pembanding misalnya: blok ukur (gauge block), batang ukur (length bar) dan master ketinggian (height master).
  4. Alat ukur batas, alat ukur yang digunakan untuk menentukan apakah suatu dimensi objek ukur masih terletak dalam batas-batas toleransi ukuran. Misalnya: kaliber-kaliber batas Go dan No Go.
  5. Alat ukur bantu, alat ukur yang sifatnya hanya sebagai pembantu dalam proses pengukuran. Misalnya: dudukan mikrometer, penyangga/pemegang jam ukur, dan sebagainya.

Menurut jenis dari benda yang akan diukur maka alat ukur dapat pula diklasifikasikan menjadi:
  1. Alat ukur-alat ukur linier, baik alat ukur linier langsung maupun alat ukur linier tak langsung.
  2. Alat ukur sudut atau kemiringan. Ada alat ukur sudut yang langsung bisa dibaca skala sudutnya ada juga yang harus menggunakan perhitungan secara matematika.
  3. Alat ukur kedataran.
  4. Alat ukur untuk mengukur profil atau bentuk.
  5. Alat ukur ulir.
  6. Alat ukur roda gigi.
  7. Alat ukur mengecek kekasaran permukaan. 

Sifat Umum Alat Ukur
Bagaimanapun baiknya atau sempurnanya suatu alat ukur tentu ada kekurangan-kekurangannya. Karena memang disadari bahwa alat ukur adalah buatan manusia. Kesempurnaan buatan manusia ada batasnya. Oleh karena itu, bila ada kekurang tepatan dari alat ukur harus kita maklumi karena hal itu memang merupakan sifat dari alat ukur. Untuk itu perlu juga dipelajari masalah sifat-sifat dari alat ukur. Dalam istilah keteknikan ada beberapa sifat dari alat ukur yang perlu diketahui yaitu:
  1. Rantai kalibrasi 
  2. Kepekaan 
  3. Kemudahan baca 
  4. Histerisis 
  5. Kepasifan 
  6. Kestabilan nol 
  7. Pengambangan
Rantai Kalibrasi
Kadang-kadang alat-alat ukur yang habis dipakai harus dicek kembali ketepatannya dengan membandingkannya pada alat ukur standar. Proses seperti ini biasa disebut dengan istilah kalibrasi. Kalibrasi adalah mencocokkan harga-harga yang ada pada skala ukur dengan harga-harga standar atau harga sebenarnya. Sebetulnya, kalibrasi ini tidak saja dilakukan pada alat-alat ukur yang sudah lama atau habis dipakai, tetapi juga untuk alat-alat ukur yang baru dibuat. Pemeriksaan alat-alat ukur standar panjang dapat dilakukan melalui rangkaian sebagai berikut:

Tingkat 1: Pada tingkat ini kalibrasi untuk alat ukur kerja dengan alat ukur standar kerja.
Tingkat 2: Pada tingkatan yang kedua, kalibrasi dilakukan untuk alat ukur standar kerja terhadap alat ukur standar.
Tingkat 3: Pada tingkat yang ketiga, dilakukan kalibrasi alat ukur standar dengan alat ukur standar yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi, misalnya standar nasional.
Tingkat 4: Pada tingkat terakhir ini, dilakukan kalibrasi standar nasional dengan standar meter internasional.
Dengan urut-urutan kalibrasi di atas maka dapat dijamin bahwa alat-alat ukur panjang masih tetap tepat dan teliti untuk digunakan dalam bengkel kerja. Di samping itu, dengan adanya rantai kalibrasi di atas dapat dihindari terjadinya pemeriksaan langsung alat ukur standar kerja dengan standar meter internasional.

Kepekaan (Sentivity)
Kepekaan alat ukur menyangkut masalah kemampuan dari alat ukur untuk memonitor perbedaan yang kecil dari harga-harga yang diukur. Kepekaan suatu alat ukur berkaitan erat dengan sistem mekanisme dari pengubahnya. Makin teliti sistem pengubah mengolah isyarat dari sensor maka makin peka pula alat ukurnya.

Kemudahan Baca (Readability)
Kalau kepekaan berkaitan erat dengan sistem pengubah maka kemudahan baca berkaitan erat dengan sistem skala yang dibuat. Jadi, kemampuan alat ukur untuk menunjukkan harga yang jelas pada skala ukurnya dapat diartikan sebagai kemudahan baca alat ukur tersebut. Di sini, pembuatan skala nonius dengan sistem yang lebih terperinci memegang peranan penting dalam masalah kemudahan baca. Akhir-akhir ini sistem penunjuk digital secara elektronis banyak digunakan dalam rangka mencari kemudahan baca yang tinggi.

Histerisis
Pada waktu dilakukan pengukuran sudut benda kerja di atas batang sinus (sine bar) atau dengan senter sinus (sine center) dengan menggunakan alat ukur pembanding jam ukur (dial indicator) biasanya dilakukan pengukuran bolak-balik. Bolak-balik di sini artinya jam ukur digerakkan dalam dua arah yaitu dari titik terendah menuju titik tertinggi dari benda ukur, dan dari titik tertinggi menuju ke titik terendah. Kalau
diperhatikan pengukuran pada waktu menuju ke titik tertinggi dan kembali ke titik terendah kadang-kadang didapatkan penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi sewaktu dilakukan pengukuran dari titik terendah (titik nol) sampai titik tertinggi (maksimum) kemudian kembali lagi dari titik tertinggi sampai ke titik terendah disebut dengan histerisis.

Perbedaan tersebut timbul karena pada waktu poros jam ukur bergerak ke atas banyak gaya-gaya yang harus dilawannya seperti gaya pegas dan gaya gesek, pada waktu poros jam ukur turun gaya pegas malah mendorongnya tetapi gaya gesekan harus dilawannya. Untuk menghindari histerisis maka gesekan poros dengan bantalannya harus dibuat seminimum mungkin. Kalaupun ada pengaruh histerisis, pengaruh ini dapat dikurangi dengan jalan membuat tinggi susunan blok ukur kira-kira sama dengan tinggi benda ukur, sehingga dengan demikian perbedaan ukuran yang ditunjukkan oleh jam ukur adalah relatif kecil.

Kepasifan
Kadang-kadang sewaktu dilakukan pengukuran terjadi pula bahwa jarum penunjuk skala tidak bergerak sama sekali pada waktu terjadi perbedaan harga yang kecil. Atau dapat dikatakan isyarat yang kecil dari sensor alat ukur tidak menimbulkan perubahan sama sekali pada jarum penunjuknya. Keadaan yang demikian inilah yang sering disebut dengan kepasifan atau kelambatan gerak alat ukur.

Untuk alat-alat ukur mekanis kalaupun terjadi kepasifan atau kelambatan gerak jarum penunjuknya mungkin disebabkan oleh pengaruh pegas yang sifat elastisnya kurang sempurnya. Pada alat ukur pneumatis juga sering terjadi kepasifan ini misalnya lambatnya reaksi dari barometer padahal sudah terjadi perubahan tekanan udara. Hal ini disebabkan volume udaranya terlalu besar akibat dari terlalu panjangnya pipa penghubung sensor dengan ruang perantara.

Pergeseran (Shifting)
Pergeseran adalah penyimpangan yang terjadi dari harga-harga yang ditunjukkan pada skala atau yang tercatat pada kertas grafik padahal sensor tidak melakukan perubahan apa-apa. Kejadian seperti ini sering disebut dengan istilah pergeseran, banyak terjadi pada alat-alat ukur elektris yang komponen-komponennya sudah tua.

Pengambangan (Floating)
Kadang-kadang terjadi pula jarum penunjuk dari alat ukur yang digunakan posisinya berubah-ubah. Atau kalau penunjuknya dengan sistem digital angka paling kanan atau angka terakhir berubah-ubah. Kejadian seperti ini dinamakan pengambangan. Kepekaan dari alat ukur akan membuat perubahan kecil dari sensor diperbesar oleh pengubah.

Makin peka alat ukur makin besar pula kemungkinan terjadinya pengambangan. Untuk itu, bila menggunakan alat-alat ukur yang mempunyai jarum penunjuk pada skalanya atau penunjuk digital harus dihindari adanya kotoran atau getaran, juga harus digunakan metode pengukuran yang secermat mungkin.

Kestabilan Nol (Zero Stability)
Pada waktu mengukur dengan jam ukur, kemudian secara tiba-tiba diambil benda ukurnya, maka seharusnya jarum penunjuk kembali pada posisi nol semula. Akan tetapi, sering terjadi bahwa jarum penunjuknya tidak kembali ke posisi nol. Keadaan ini disebut dengan kestabilan nol yang tidak baik. Salah satu penyebab tidak kembalinya pada posisi nol adalah adanya keausan pada sistem penggerak jarum penunjuk.

Dengan demikian jelaslah bahwa banyak sekali hal-hal yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran yang salah satunya disebabkan oleh sifat-sifat dari alat ukur itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengurangi banyaknya penyimpangan perlu dilakukan pengecekan alat-alat ukur, baik yang belum digunakan lebih-lebih lagi untuk alat-alat ukur yang sering digunakan. Jadi, kalibrasi alat ukur memang sangat diperlukan, disamping untuk mengecek sifat-sifat dari alat ukur. Kalau hal yang demikian ini dilakukan secara rutin maka penyimpangan pengukuran yang timbul dari alat ukur bisa dikurangi menjadi sekecil mungkin.